Sabtu, 30 Maret 2019

Tugas Softkill Etika Bisnis

MAKALAH ETIKA BISNIS
ETIKA UTILITARIANISME DALAM BISNIS
Kelompok 4 :
Candra puspitarini
David
Inggri widyaningtias
Wiwin Kusuma P
Fakultas Ekonomi 
Universitas Gunadarma
Jakarta
2019


KATA PENGANTAR
Puji Tuhan Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa Atas Segala Rahmat, karunia terutama kesempatan yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini secara tuntas, untuk menjadi Memenuhi Tugas Etika dan Hukum Bisnis dengan Judul "Etika Utilitarianisme dalam Bisnis"
Selama proses penulisan makalah ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.
Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa dalam penulisa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan. Segala kritikan dan masukan dari semua pihak, akan menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi penulis demi mencapai kesempurnaan makalah ini. 

Jakarta, 20 maret 2019







BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Etika bisnis
Etika bisnis merupakan pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis. Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang perilaku manusia yang penting. Selain itu etika bisnis juga merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti halnya manusia pribadi juga memiliki etika pergaulan antar manusia.
Yang diharapkan dan mengapa kita mempelajari Etika Bisnis, menurut K. Bertens, ada tiga tujuan yang ingin dicapai, yaitu : menanamkan atau meningkakan kesadaran akan adanya demensi etis dalam bisnis, memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pebisnis/calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral yang tepat. Melalui studi etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis dan membantu pebisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang tepat didalam profesinya (kelak).
Hal ketiga ini memunculkan pertanyaan, apakah studi etika ini menjamin seseorang akan menjadi etis juga? Jawabnya, sekurang-kurangnya meliputi dua sisi berikut, yaitu disatu pihak, harus dikatakan : etika mengikat tetapi tidak memaksa. Disisi lain, studi dan pengajaran tentang etika bisnis boleh diharapkan juga mempunyai dampak atas tingkah laku pebisnis. Bila studi etika telah membuka mata, konsekuensi logisnya adalah pebisnis bertingkah laku menurut yang diakui sebagai hal yang benar.
Tiga aspek pokok dari bisnis yaitu : dari sudut pandang ekonomi, hukum dan etika, yang sudah di jelaskan pada pertemuan sebelumnya. Tolak ukur bahwa bisnis itu baik menurut tiga sudut pandang tadi. Untuk sudut pandang ekonomis, yaitu bila bisnis memberikan profit, dan hal ini akan jelas terbaca pada laporan rugi/laba perusahaan di akhir tahun. 
Dari sudut pandang hukum pun jelas, bahwa bisnis yang baik adalah yang diperbolehkan oleh sistem hukum yang berlaku. (penyelundupan adalah bisnis yang tidak baik). Yang lebih sulit jawabnya adalah bila bisnis dilihat dari sudut pandang moral. yang menjadi tolok ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan bisnis.
Dari sudut pandang moral, setidaknya ada 3 tolok ukur yaitu : nurani, Kaidah Emas,penilaian umum. Pelaksanaan tangungjawab sosial suatu bisnis merupakan penerapan kepedulian bisnis terhadap lingkungan, baik lingkungan alam, teknologi, ekonomi, sosial, budaya,perintah maupun masyarakat Internasional. Bisnis yang menerapkan tanggung jawab sosial itu merupakan bisnis yang menjalankan etika bisnis, sedangkan bisnis yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial itu merupakan penerapan yang tidak etis. Penerapan etika bisnis ini murupakan penerapan dari konsep “ Stake Holder” sebagai pengganti dari konsep lama yaitu konsep “Stock Holder” . Pengusaha yang menerapkan konsep Stock Holder berusaha untuk mementingkan kepentingan para pemengang saham (Stockholder) saja, di mana para pemegang saham tentu saja akan mementingkan kepentinganya yaitu penghasilan yang tinggi baginya yaitu yang berupa deviden atau pembagian laba serta harga saham dipasar bursa. 
Dengan memperoleh deviden yang tinggi maka penghasilan mereka akan tinggi, sedangkan dengan naiknya nilai atau kurs saham akan merupakan kenaikan kekayaan yang dimilikinya yaitu sahamnya itu dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi. Pemenuhan kepentingan ataupun tuntutan dari para pemengan saham itu sering kali mengabaikan kepentingan – kepentingan pihak-pihak yang lain yang juga terlibat dalam kegiatan bisnis. Pihak lain yang terkait dalam kegiatan bisnis tidak hanya para pemegang saham saja akan tetapi masih banyak lagi seperti :Pekerja/ karyawan, Konsumen, Kreditur, Lembaga-lembaga keuangan dan Pemerintah.
Menurut paham Utilitarianisme, bisnis adalah etis, apabila kegiatan yang dilakukannya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada konsumen dan masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa kebijaksanaan atau tindakan bisnis yang baik adalah kebijakan yang menghasilkan berbagai hal yang baik, bukan sebaliknya malah memberikan kerugian. Maka dari itu pada makalah kali ini, penulis akan membahas lebih detail mengenai etika utilitarianisme dalam bisnis. 
Dimana dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian etika utilitarianisme, kriteria dan prinsip etika utilitarianisme, nilai postif dari etika utilitarianisme, etika utilitarianisme sebagai proses dan standar penilaian, analisis keuntungan dan kerugian serta kelemahan etika utilitarianisme.

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :

1)Untuk mengetahui pengertian etika utilitarianisme.
2)Untuk mengetahui kriteria dan prinsip etika utilitarianisme.
3)Untuk mengetahui nilai postif etika utilitarianisme.
4)Untuk mengetahui etika utilitarianisme sebagai proses dan standar penilaian.
5)Untuk mengetahui analisis keuntungan dan kerugian.
6)Untuk mengetahui kelemahan etika utilitarianisme.












BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Etika Utilitarianisme 
Dalam tulisan ini, penulis berusaha untuk mencoba memahami perkembangan etika Utilitarian itu secara garis besar – yang cikal bakalnya bermuara pada prinsip-prinsip etika utilitarian Jeremi Bentham – yang oleh kalangan filsuf ditempatkan sebagai “maistro” dari aliran utilitarianisme ini. Bertolak dari nama utilitarisme [yang di dalamnya mengandung  kata “utilis”  berguna], telah menempatkan paham ini sebagai ‘dasar etis’ dalam rangka memperbaharui hukum Inggris, khususnya Hukum Pidana. Dan Bentham tidak bermaksud untuk menciptakan suatu teori moral abstrak, akan tetapi mempunyai sebuah maksud yang sangat kongkrit. Ia berasumsi bahwa hukum dibuat dalam rangka memajukan kepentingan warga negara, dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi yang disebut hak-hak kodrati. Di samping sebagai dasar etis,  juga teori ini sering dianggap  sebagai “etika sukses”, yaitu etika yang  memberikan ciri pengenalan kesusilaan adalah manfaat dari suatu perbuatan. Suatu perbuatan dikatakan baik jika membawa manfaat atau kegunaan, berguna artinya memberikan kita sesuatu yang baik dan tidak menghasilkan yang buruk. Dalam teori ini juga ditemukan sebuah semboyang yang sangat terkenal: “The greatest happiness of the greatest  number” (kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar).
Utilitarianisme adalah paham dalam filsafat moral yang menekankan manfaat atau kegunaan dalam menilai suatu tindakan sebagai prinsip moral yang paling dasar, untuk menentukan bahwa suatu perilaku baik jika bisa memberikan manfaat kepada sebagian besar konsumen atau masyarakat. dalam konsep ini dikenal juga “Deontologi” yang berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti kewajiban. Deontologi adalah teori etika yang menyatakan bahwa yang menjadi dasar baik buruknya suatu perbuatan adalah kewajiban seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia, sebagaimana keinginan diri sendiri selalu berlaku baik pada diri sendiri.
Menurut paham Utilitarianisme bisnis adalah etis, apabila kegiatan yang dilakukannya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada konsumen dan masyarakat. Jadi, kebijaksanaan atau tindakan bisnis yang baik adalah kebijakan yang menghasilkan berbagai hal yang baik, bukan sebaliknya malah memberikan kerugian.





2.2  Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
Etika utilitarianisme berasal dari bahasa Latin, utilitas yang berarti kegunaan. Paham ini menilai baik atau tidaknya sesuatu ditinjau dari segi kegunaan yang didatangkannya.
Dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill pada abad ke 19 sebagai kritik atas dominasi hukum alam . Teori ini juga disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happines theory) dan teori teleologis.
Konsep dasar teori ini adalah suatu perbuatan yang secara moral adalah benar, jika:
• Membuat hal yang terbaik untuk banyak orang
• Mampu memberi manfaat bagi setiap orang
• Mendapatkan manfaat terbaik dari manfaat-manfaat dari kemungkinan yang dipertimbangkan.

2.3 Macam - Macam Utilitarianisme
1. UTILITARIANISME KLASIK 

Berasal dari tradisi pemikiran moral Inggris. Diawali dari pemikiran David Hume (1711-1776) yang kemudian dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Dimaksudkan sebagai dasar etis untuk memperbaharui hukum di Inggris khususnya hukum pidana, Bentham juga mengadopsi prinsip hedonisme karena menurutnya perbuatan dinilai baik jika dapat meningkatkan kesenangan dan sebaliknya. Prinsip utilitarianisme (the greatest happines theory) menuai banyak kritik dan kesalahpahaman, namun diluruskan oleh John Stuart Mill. 

Kelebihan prinsip ini ialah menggunakan prinsip yang jelas dan rasional serta mempertimbangkan hasil perbuatan. Kritiknya adalah  sama seperti hedonisme, hanya saja tidak memuat egoisme etis, prinsip yang digunakan tidak selamanya benar dan tidak memberi jaminan bahwa kebahagiaan dibagi secara adil, tidak memberi tempat pada “hak” dan Utilitarianisme sebagai sistem moral yang tidak menerapkan keadilan.





2. UTILITARIANISME ATURAN

Dikemukakan oleh filsuf Inggris-Amerika, Stephen Toulmin.Prinsip dasarnya adalah kegunaan tidak harus diterapkan atas salah satu perbuatan yang kita lakukan, melainkan atas aturan moral yang mengatur perbuatan yang kita terima bersama.Filsuf Richard B. Brandt mengusulkan agar bukan aturan moral satu demi satu, melainkan sistem aturan moral sebagai keseluruhan diuji dengan prinsip kegunaan. Bisa dikatakan kelebihan utilitarianisme aturan ini adalah dapat terbebas dari kesulitan utilitarisme perbuatan. Kritiknya adalah ketika dihadapkan pada dua aturan moral, sehingga akan terjerumus pada utilitarianisme perbuatan.

2.4 Etika Utilitarianisme
Dikembangkan pertama kali oleh Jeremi Bentham (1748 -1832).
Etika Utilitarianisme adalah tentang bagaimana menilai baik buruknya suatu kebijaksanaan sosial politik, ekonomi dan legal secara moral. Teori utilitarisme yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham ini terdapat beberapa prinsip dasar yang merupakan ciri khas, diantaranya:
a) Bahwa alam telah menempatkan manusia di bawah tuntunan dua guru, yaitu kelezatan (pleasure) dan kesakitan (pain). Manusia adalah makhluk yang mencari kelezatan (pleasure seekink) dan menghindari rasa sakit (pain avoiding). Prinsip tersebut menurutnya harus ditetapkan secara kuantitatif agar dapat memberi etika kemanfaatan atas dasar ilmiah (Titus, Smith Nolan, 1984: 149).
b) Kesenangan atau kebahagiaan - ia memakai kata-kata ini sebagai sebuah sinonim - yang buruk adalah penderitaan. Oleh karena itu, suatu keadaan jika mencakup kesenangan yang lebih besar daripada penderitaan,  penderitaan yang lebih kecil daripada kesenangan, adalah lebih baik daripada keadaan lain. Di antara semua keadaan yang mungkin itu, yang paling terbaik adalah mencakup kesenangan yang lebih besar daripada penderitaan.
c) Bahwa kebaikan - kebaikan adalah kebahagiaan pada umumnya, akan tetapi juga bahwa setiap individu senantiasa memburu apa yang menurut keyakinannya merupakan kebahagiaannya sendiri. 
Oleh sebab itu, menurutnya, tugas legislator adalah menghasilkan keserasian antara  kepentingan publik dan kepentingan pribadi (Russel, Ibdi: 1008).

2.5 Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa terdapat tiga kriteria prinsip etika utilitarianisme ( Keraf, 1998:94):
1. Manfaat, yaitu bahwa kebijakan atau tindakan mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu.
2. Manfaat Terbesar, yaitu bahwa kebijakan atau tindakan itu mendatangkan manfaat besar dibandingkan dengan alternatif lainnya. Dapat dikatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menimbulkan kerugian terkecil.
3. Manfaat Terbesar Bagi Orang Sebanyak Mungkin, yaitu bahwa suatu kebijakan atau tindakan dinilai baik secara moral jika tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, melainkan apabila mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
Bertindaklah sedemikian rupa sehingga tindakanmu itu mendatangkan keuntungan sebesar mungkin bagi sebanyak mungkin orang.

2.6  Kelemahan Etika Utilitarianisme

1. Manfaat merupakan sebuah konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis malah menimbulkan kesuliatan yang tidak sedikit. Karena manfaat bagi manusia berbeda antara satu orang dengan orang yang lain.
2. Persoalan klasik yang lebih filosofis sifatnya adalah etika utiliratianisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.
3. Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius kemauan atau motivasi baik seseorang. Akibatnya seseorang punya motivasi yang baik dalam melakukan tindakan,tetapi ternyata membawa kerugian yang besar bagi banyak orang.
4. Variabel yang di nilai tidak semuanya bisa di kuantifikasi. Karena itu,sulit sekali mengukur dan memperbandingkan keuntungan dan kerugian hanya berdasarkan variabel yang ada.

5. Seandainya ketiga criteria dari etika utilitarianisme saling bertentangan,ada kesulitan cukup besar untuk menentukan prioritas diantara ketiganya.
6. Kelemahan paling pokok dari etika utilitarianisme adalah bahwa utilitarianisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas ( kriteria ketiga ). Etika utilitarianisme membenarkan suatu tindakan,tanpa menghiraukan kenyataan bahwa tindakan yang sama ternyata merugikan segelintir orang tertentu.

2.7 Nilai Postif Etika Utilitarianisme
Menurut Keraf (1998:96) terdapat tiga nilai positif etika utilitarianisme, yaitu:
Rasionalitas. Prinsip moral yang diajukan etika utilitarianisme tidak didasarkan pada aturan-aturan kaku yang tidak dipahami atau tidak diketahui keabsahannya. Etika utilitarianisme memberikan kriteria yang objektif dan rasional.
1. Otonom
Etika utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral untuk      berpikir dan bertindak dengan hanya memperhatikan tiga kriteria objektif dan rasional seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Tidak ada paksaan bahwa orang harus bertindak dengan cara tertentu yang tidak diketahui alasannya.

2. Universal
Etika utilitarianisme mengutamakan manfaat atau akibat dari suatu tindakan bagi banyak orang. Suatu tindakan dinilai bermoral apabila tindakan tersebut memberi manfaat terbesar bagi banyak orang.Nilai positif Utilitarianisme terletak pada sisi rasionalnya dan universalnya. Rasionalnya adalah kepentingan orang banyak lebih berharga daripada kepentingan individual. Secara universal semua pebisnis dunia saat ini berlomba-lomba mensejahterakan masyarakat dunia, selain membuat diri mereka menjadi sejahtera. berbisnis untuk kepentingan individu dan di saat yang bersamaan mensejahterakan masyarakat luas adalah pekerjaan profesional sangat mulia. Dalam teori sumber daya alam dikenal istilah Backwash Effect, yaitu di mana pemanfaatan sumber daya alam yang terus menerus akan semakin merusakan kualitas sumber daya alam itu sendiri, sehingga diperlukan adanya upaya pelastarian alam supaya sumber daya alam yang terkuras tidak habis ditelan jaman.

2.8 Etika Utilitarianisme Sebagai Proses dan Standar Penilaian
Secara umum etika utilitarianisme dapat dipakai dalam dua wujud yang berbeda, yaitu:
1. Etika utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk mengambil keputusan,   kebijaksanaan atau untuk bertindak.
2. Etika utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan dan digunakan untuk mengevaluasi tindakan yang sudah dijalankan.
2.9 Analisis Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan dan kerugian, cost and benefits yang dianalisis tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian perusahaan
b. Analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalam kerangka uang. Dalam analisis ini perlu juga mendapat perhatian serius, bahwa keuntungan dan kerugian disini tidak hanya menyangkut aspek financial, melainkan juga aspek-aspek moral.
c. Analisis keuntungan dan kerugian untuk jangka panjang. Benefits yang menjadi sasaran utama semua perusahaan adalah long term net benefits.
Di dalam analisa pengeluaran dan keuntungan perusahaan memusatkan bisnisnya untuk memperoleh keuntungan daripada kerugian. Proses bisnis diupayakan untuk selalu memperoleh profit daripada kerugian. Keuntungan dan kerugian tidak hanya mengenai finansial, tapi juga aspek-aspek moral seperti halnya mempertimbangkan hak dan kepentingan konsumen dalam bisnis. Dalam dunia bisnis dikenal corporate social responsibility, atau tanggung jawab sosial perusahaan. Suatu pemikiran ini sejalan dengan konsep Utilitarianisme, karena setiap perusahaan mempunyai tanggaung jawab dalam mengembangkan dan menaikan taraf hidup masyarakat secara umum, karena bagaimanapun juga setiap perusahaan yang berjalan pasti menggunakan banyak sumber daya manusia dan alam, dan menghabiskan daya guna sumber daya tersebut.




2.10 Nilai positif etika utilitarianisme

1. Rasionalitas: Utilitarianisme tidak menerima saja norma moral yang ada. Ia mempertanyakan dan ini mengandaikan peran rasio. Utilitarianisme ini bersifat rasional karena ia mempertanyakan suatu tindkan apakah berguna atau tidak. Dalam kasus seks pra nikah tadi, utilitarianisme mempertanyakan sebab-sebab seks pra nikah dilarang. 
2. Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral
3. Universalitas: semboyan yang terkenal dari utilitarianisme adalah sesuatu itu dianggap baik kalau dia memberi kegunaan yang besar bagi banyak orang. Hal ini sering dipakai dalam politik dan negara.
Sampai sekarang nilai etika utilitarianisme mempunyai daya tarik sendiri, yang bahkan melebihi daya tarik deontologist. Yang paling mencolok etika utilitarianisme tidak memaksakan sesuatu yang asing pada kita. Etika ini justru mensistemasikan dan memformulasikan secara jelas apa yang menurut para penganutnya dilakukan oleh kita dalam kehidupan sehari hari.

Contoh kasus Kasus Etika Utilitarianisme

Penerapan Etika Utilitarianisme pada Perusahaan

ETIKA UTILITARIANISME adalah suatu kebijaksanaan atau tindakan itu baik dan tepat secara moral jika dan hanya jika kebijaksanaan atau tindakan tersebut mendatangkan manfaat atau keuntungan untuk orang banyak. Etika ini memiliki 3 kriteria antara lain manfaat, manfaat terbesar, dan bagi sebanyak mungkin orang. PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Kami memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak keseluruh penjuru dunia. PT Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan multinasional (MNC), yaitu perusahaan internasional atau transnasional yang berkantor pusat di satu negara tetapi kantor cabang di berbagai negara maju dan berkembang.

Contoh kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia :

1.  Mogoknya hampir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia (FI) tersebut disebabkan perbedaan indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport di seluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah daripada pekerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama. Gaji sekarang per jam USD 1,5–USD 3. Padahal, bandingan gaji di negara lain mencapai USD 15–USD 35 per jam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan buntu. Manajemen Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa dasar pertimbangannya.

2.  Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu pun tidak seberapa karena tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI.  Malah rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut tidak akan bisa ditanggung generasi Papua sampai tujuh turunan. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis,G.F.,et.al.,2006).

       Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer penting kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan, nasional, bahkan global. Sebagai perusahaan berlabel MNC (multinational company) yang otomatis berkelas dunia, apalagi umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja adalah bagian dari aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah suatu keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme satu dengan yang lain. Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik, sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji yang layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti tidak memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal normatif yang sangat mendasar. Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI, privilege berlebihan, ternyata sia-sia.

        Berkali-kali perjanjian kontrak karya dengan PT FI diperpanjang kendati bertentangan dengan UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Alasan yang dikemukakan hanya klasik, untuk menambah kocek negara. Padahal, tidak terbukti secara signifikan sumbangan PT FI benar-benar untuk negara. Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya, sumbangan Freeport untuk negara Amerika, bukan Indonesia.  Justru negara ini tampak dibodohi luar biasa karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu dibawa langsung ke luar negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk meningkatkan value di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa pasar modal Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai induknya.

       Keuntungan berlipat justru didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit memberikan pajak PNBP kepada Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja lokal serta beberapa tenaga kerja asing (TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki pesawat dan lapangan terbang sendiri, jumlah pasti TKA itu tidak akan bisa di ketahui oleh pihak imigrasi.

Kasus PT. Freeport Indonesia ditinjau dari berbagai teori etika bisnis :

1.  Teori Etika  Utilitarianisme

Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan karena keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar, melainkan untuk negara Amerika.

2.  Teori Hak 

Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana Demokratis. Dalam kasus ini, PT Freeport Indonesia sangat tidak etis dimana kewajiban terhadap para karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang diterima tidak layak dibandingkan dengan pekerja Freeport di Negara lain. Padahal PT Freeport Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas terbaik di dunia. 



Kesimpulan:

Dari pembahasan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT Freeport Indonesia telah melanggar etika bisnis dimana, upah yang dibayar kepada para pekerja dianggap tidak layak dan juga telah melanggar UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006).

Saran

Sebaiknya pemerintah Indonesia, dalam hal ini menteri ESDM, melakukan renegosiasi ulang terhadap PT FI. Karena begitu banyak SDA yang ada di Papua ,tetapi masyarakat papua khususnya dan Negara Indonesia tidak menikmati hasil dari kekayaan alam yang ada di papua. Justru Amerika lah yang mendapat untung dari kekayaan alam yang ada di papua. Atau kalau tidak dapat di negosiasi ulang dan hak para pekerja tidak terpenuhi, lebih baik pemerintah menasionalisasi PT FI supaya masyarakat papua khususnya dan Indonesia dapat menikmati SDA yang ada di bumi Indonesia.

Teori Utilitarianisme

1. Teori Utilitarianisme pertama kali dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan muridnya Jhon Stuart Mill pada abad ke 19. Utilitarianisme disebut sebagai teori kebahagian terbesar (the gretest happines theory). Dalam konsep Bentham kebahagiaan tersebut menjadi landasan utama kaum utilitarinisme, kemudian prinsip bentham direnkonstruksi oleh Mill bukan hanya menjadi kebahagian bagi pelaku saja, melainkan demi kebhagiaan orang lain juga.
Utilitarianisme berasal dari bahasa latin “utilis” yang berarti useful, bermanfaat, berfedah dan mengguntungkan. Jadi paham ini menilai baik atau tidaknya sesuatu dilihat dari segi kegunaan atau faedah yang didatangkannya (Salma, 1997 : 76). Secara terminologi utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. sebaliknya yang jahat atau buruk adalah yang tidak bermanfaat, berfaedah, dan merugikan. Baik buruknya perilaku dan perbuatan dilihat dari segi beguna, berfaedah, dan bermanfaat atau tidak. Prinsip utilitarian mengatakan bahwa tindakan yang benar dalam suatu siatuasi adalah tindakan yang mengandung utilitas yang lebih besar dibandingkan kemungkinan tindakan lainnya, tapi ini bukan berarti tindakan yang benar adalah tindakan yang menghasilkan utilitas paling besar bagi semua orang yang terpengaruh dalam tindakan tersebut (termasuk orang yang melakukan tindakan).

2. Kasus / Artikel

Dalam kasus utilitarianisme contohnya adalah pedagang bakso yang mengandung boraks. Bakso adalah makanan favorite bagi masyarakat indoneisa, bakso bisa kita temukan dari pedagang kaki lima hingga restaurant. tapi sayangnya, masih banyak produsen atau pedagang bakso yang tidak memperdulikan kesehatan konsumen. Kita tentu tahu mengenai berita tentang bakso yang mengandung boraks bukan? bakso yang mengandung boraks tentu tidak bagus karena boraks sangat berbahaya bagi kesehatan.

3. Analisis

Berdasarakan teori utilitarian bahwa suatu kegiatan harus bisa memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Disini saya akan membahas mengenai produsen atau pedagang bakso yang menggunakan boraks dalam pembuatan baksonya. Boraks adalah zat yang berbahaya bagi kesehatan, biasanya borak digunakan di dalam industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Tentu kita tahu bahwa pemakaian boraks pada makanan tidak lazim, pemakaian boraks berlebihan pada makanan akan mengakibatkan gejala pusing, muntah, mencret, kejang perut, kerusakan ginjal, bahkan hilang nafsu makan, sedangkan secara tidak langsung boraks sedikit demi sedikit akan tertimbun di dalam organ hati, otak dan testis. Banyak produsen atau pedagang bakso yang menggunakan boraks agar bakso yang mereka jual dapat tahan lebih lamat.

Menurut pendapat saya, tidak seharusnya para produsen atau pedagang bakso menggunakan boraks di dalam bakso mereka karena itu akan merugikan para konsumen dan tidak sesuai dengan uji kesehatan dan makanan. Dengan penggunaan boraks pada bakso ini akan membuat bakso lebih awet dan tidak basi, ini  membuat para produsen atau pedagang bakso dapat mengurangi biaya produksi.
Sesuai teori utilitarian yang mengatakan bahwa suatu kegiatain harus bisa memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar maka penggunaan boraks dalam bakso oleh produsen atau pedagang bakso adalah tindakan yagn salah dan harus dievalusai. Sebab disini hanya para produsen atau pedagang bakso saja yang mendapatkan manfaat atau keuntungan tetapi dilain sisi konsumen dirugikan.

Contoh Etika Utilitarianisme Dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Misalnya : Seorang penjual es buah keliling seharusnya / sebaiknya secara etis dia menggunakan gula asli. Tapi karena harga gula yang tinggi, maka dia mengurangi biaya yang dikeluarakan dengan menggunakan sari gula yang lebih murah. Dan umumnya penyakit yang diderita pembeli bukanlah kesalahan si penjual melainkan pembeli itu sendiri yang jajan sembarangan. Pedagang tersebut tidak bodoh, dia membuat aroma dan warna yang sangat menarik perhatian pada es buahnya, apalagi bila dalam cuaca panas terik. Maka mau tidak mau orang akan mambeli es puas tersebut sebagai pelepas dahaga. 
2. Kasus tentang Pewarna Pakaian yang digunakan pada makanan anak-anak. Sebagai contoh di satu sekolah ada penjual jajanan anak-anak yang menjual agar-agar dan gulali (harum manis) dan ternyata pewarna yang digunakan adalah pewarna pakaian dengan merek KODOK bukan pewarna pasta makanan. Secara etis hal ini sangat tidaklah beretika, karena akan merugikan orang lain namun dalam konsep utilitarinisme hal ini akan menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit bagi penjualnya karena dia mampu menggantikan pewarna yang mahal dengan pewarna yang murah.
Dengan demikian, kasus ini akan menyebabkan kerugian dan telah mengesampingkan hak orang lain. Disinilah letak minus prinsip utilitarianisme walaupun menguntungkan pada salah seorangnya. Dengan demikian, kasus ini akan menyebabkan kerugian dan telah mengesampingkan hak orang lain. Disinilah letak minus prinsip utilitarianisme walaupun menguntungkan pada salah seorangnya.














DAFTAR PUSTAKA


Sumber :