ETIKA BISNIS
“CONTOH KASUS ETIKA UTILITARIANISME”
Dosen : Dr. Widyatmini., SE, MM
3EA26
Kelompok 4 :
Candra puspitarini
David
Inggri Widyaningtias
Wiwin Kusuma Pratiwi
Fakultas Ekonomi
Jurusan Manajemen
Universitas Gunadarma
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Utilitarianisme itu berasal dari kata latin yaitu utilitis, yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah atau menguntungkan. Istilah ini juga sering disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy bentham dan muridnya, Jhon Stuart Mill. Utilitarianisme atau utilisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan ini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness).
Jadi baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Oleh karena itu tugas hukum adalah menghantarkan manusia menuju the ultimate good. Sehingga esensi hukum harus bermanfaat, artinya hukum yang dapat membahagiakan sebagian terbesar masyarakat (the great happiness for the greatest number of people).
Pada kenyataannya tidak jarang pelaku konsep menghalalkam segala cara, sehingga ada beberapa perusahaan yang melanggar etika bisnis. Seperti pelanggaran yang dilakukan PT. Freeport Indonesia (PTFI). Oleh karena itu penulis ingin membahas mengenai pelanggaran yang dilakukan dan bagaimana cara mengatasinya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia :
1. Mogoknya hampir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia (FI) tersebut disebabkan perbedaan indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport di seluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah daripada pekerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama. Gaji sekarang per jam USD 1,5–USD 3. Padahal, bandingan gaji di negara lain mencapai USD 15–USD 35 per jam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan buntu. Manajemen Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apadasar pertimbangannya.
2. Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu pun tidak seberapa karena tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut tidak akan bisa ditanggung generasi Papua sampai tujuh turunan. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis,G.F.,et.al.,2006).
Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer penting kestabilan politik koloni Papua.Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan, nasional, bahkan global. Sebagai perusahaan berlabel MNC (multinational company) yang otomatis berkelas dunia, apalagi umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja adalah bagian dari aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah suatu keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme satu dengan yang lain. Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik, sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji yang layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti tidak memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal normatif yang sangat mendasar.Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI, privilege berlebihan, ternyata sia-sia.
Berkali-kali perjanjian kontrak karya dengan PT FI diperpanjang kendati bertentangan dengan UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Alasan yang dikemukakan hanya klasik, untuk menambah kocek negara.Padahal, tidak terbukti secara signifikan sumbangan PT FI benar-benar untuk negara. Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya, sumbangan Freeport untuk negara Amerika, bukan Indonesia. Justru negara ini tampak dibodohi luar biasa karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu dibawa langsung ke luar negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk meningkatkan value di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa pasar modal Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai induknya.
Berkali-kali perjanjian kontrak karya dengan PT FI diperpanjang kendati bertentangan dengan UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Alasan yang dikemukakan hanya klasik, untuk menambah kocek negara.Padahal, tidak terbukti secara signifikan sumbangan PT FI benar-benar untuk negara. Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya, sumbangan Freeport untuk negara Amerika, bukan Indonesia. Justru negara ini tampak dibodohi luar biasa karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu dibawa langsung ke luar negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk meningkatkan value di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa pasar modal Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai induknya.
Keuntungan berlipat justru didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit memberikan pajak PNBP kepada Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja lokal serta beberapa tenaga kerja asing (TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki pesawat dan lapangan terbang sendiri, jumlah pasti TKA itu tidak akanbisa di ketahui oleh pihak imigrasi.
2.2 Kasus PT. Freeport Indonesia ditinjau dari berbagai teori etika bisnis :
1. Teori Etika Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan karena keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar, melainkan untuk negara Amerika.
Berdasarkan teori utilitarianisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan karena keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar, melainkan untuk negara Amerika.
2. Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban.
Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban.
Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana Demokratis. Dalam kasus ini, PT Freeport Indonesia sangat tidak etis dimana kewajiban terhadap para karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang diterima tidak layak dibandingkan dengan pekerja Freeport di Negara lain. Padahal PT Freeport Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas terbaik di dunia.
2.3 Analisis
Diatas merupakan artikel mengenai mogoknya karyawan PT Freeport Indonesia karna tidak adanya persamaan hak dalam penggajian yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia.
Hal ini dilatar belakangi karna karyawan PT Freeport Indonesia merasa dicurangi mengenai gaji yang diterimanya tidak sesuai dengan standar gaji PT Freeport McMoran di mana tak sebanding jika dibandingkan dengan PT Freeport lainnya yang beroperasi diluar negeri. Padahal PT Freeport Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas terbaik di dunia. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis, seperti Indonesia. Namun hal itu dilanggar secara terang-terangan oleh pihak Freeport itu sendiri. Negara dapat dikatakan gagal karna tidak memberikan perlindungan dan menjamin hak atas lingkungan yang baik bagi masyarakat, namun dilain pihak memberikan dukungan penuh kepada PT Freeport Indonesia, yang dibuktikan dengan pengerahan personil militer dan pembiaran kerusakan lingkungan dan hak penggajian karyawan harus beradu otot akan tetapi mogoknya hampir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia disebabkan karena perbedaan indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport diseluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah dari pada pekerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama perundingannya masih menemui jalan buntu. Manajemen Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa dasar pertimbangannya.
2.4 Penyelesaian Masalah
Ada hal mendasar yang harus terus dikelola, yaitu aspek kemanusiaan. Mungkin bagi pemegang sahamnya, atau bagi peminat saham PT Freeport, tambang Grasberg di kabupaten Mimika hanyalah portofolio dan unit bisnis yang bisa saja mereka matikan, atau mereka jual-belikan setiap saat. Tapi bagi puluhan ribu, bahkan ratusan ribu keluarga, tambang Grasberg adalah kehidupan. Tidak penting berapa jumlahnya, tetapi mereka sudah puluhan tahun hidup, memajukan ekonomi keluarga, sekolah, membangun usaha, dan seterusnya. Aspek kemanusiaan ini, terutama kehidupan warga Papua tetap harus jadi yang utama.
2.5 Solusi
Solusi dari masalah utama terkait dengan Foreign Direct Investment (FDI) adalah pemerintah harus tegas dalam menjalankan kebijakan yang telah disepakati dan mengubah konsep pemikiran bahwa FDI tidak selalu membawa dampak positif bagi negara Indonesia
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT Freeport Indonesia telah melanggar etika bisnis dimana, upah yang dibayar kepada para pekerja dianggap tidak layak dan juga telah melanggar UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006).
1. Keuntungan yang diberikan oleh PT.Freeport Indonesia kepada negara Indonesia adalah hanya royalti dari hasil penjualan hasil tambang (SDA) di Papua dan penyedia lowongan pekerjaan bagi 30.004 orang karyawan yang terdiri dari 97,5% masyarakat Indonesia.
2. Solusi dari masalah utama terkait dengan Foreign Direct Investment (FDI) adalah pemerintah harus tegas dalam menjalankan kebijakan yang telah disepakati dan mengubah konsep pemikiran bahwa FDI tidak selalu membawa dampak positif bagi negara Indonesia.
3. PT.Freeport Indonesia (PTFI) mempekerjakan 34,68% masyarakat asli Papua dari 30.004 total karyawan yang dimiliki. Tetapi tingkat kemiskinan masyarakat Papua tidak mengalami penurunan dengan adanya PTFI yang memberikan lapangan kerja bagi masyarakat Papua. Hal ini berarti ada dan tidak adanya PTFI tidak mempengaruhi tingkat perekonomian masyarakat Papua.
3.2 Saran
1. Saran bagi pemerintah, pemerintah seharusnya dapat menanggapi dengan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia terhadap perjanjian yang telah disepakati bersama. Terutama mengenai masalah yang terkait dengan kontrak yang dilakukan bersama PTFI tentang jangka waktu pengelolaan, agar masyarakat Indonesia tidak dirugikan atas perjanjian tersebut.
2. PT.Freeport Indonesia seharusnya menaati seluruh aturan hukum Indonesia mengenai penanaman modal asing dalam rangka menjalin hubungan baik dengan pemerintah Indonesia, dan juga sebagai kewajiban untuk kelangsungan dalam menjalankan usaha di wilayah Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber :
https://www.academia.edu/27384712/Makalah_Kasus_Perpanjangan_Kontrak_PT._Freeport_Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar